Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pro Kontra Skripsi dan Non Skripsi

Tidak mengherankan jika skripsi merupakan suatu momok yang ditakutkan oleh sebagian besar mahasiswa tingkat akhir. Bikin susah tidur, susah makan, susah main, susah hidup, dan yang paling parah, susah lulus. Jangan sampai seperti itu ya? Maka dari itu di tahun 2017 saya pernah menulis buku dengan judul “Skripsi – Don’t Worry”. Buku yang berisi mengenai bagaimana menghadapi skripsi sampai sidang tanpa ada rasa khawatir.

 
Terlepas dari itu, apakah kamu pernah mendengar ada mahasiswa yang lulus sarjana tanpa skripsi? Saya pernah mendengar dan bahkan ada beberapa kawan saya lulus tanpa harus mengerjakan skripsi. KO bisa?? Yup, tentu bisa karena ada beberapa jurusan yang memberikan pilihan bisa lulus tanpa skripsi. Mahasiswa dapat memilih skripsi ataupun non skripsi. Asalkan sks yang ditempuh untuk kelulusan sarjana memenuhi 144 SKS.

Ada beberapa jurusan yang menawarkan jalur non skripsi seperti mengharuskan magang dan ujian komprehensif atau melakukan project improvement sebagai alternatif syarat kelulusan. Tapi perlu diingat, tidak semua jurusan dan kampus menawarkan jalur ini. Seperti pemberitaan yang sedang hangat baru-baru ini di Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang. Rektor termuda Risa Santoso memperbolehkan mahasiswanya lulus tanpa skripsi. Selain itu di Institut Manajemen Wiyata Indonesia pun akan menerapkan program pilihan untuk mahasiswanya lulus tanpa skripsi.

Walaupun dikti memperbolehkan asalkan masih sesuai ketentuan, namun ternyata banyakjuga pro dan kontra tentang jalur non-skripsi ini. Saya sempat menyaksikan teman saya yang galau dan bigung ketika harus menentukan pilihan mau skripsi atau jalur tanpa, apalagi saat menemukan anggapan-anggapan yang kontra mengenai jalur tanpa skripsi ini seperti berikut ini:

 

1. Jalur lulus tanpa skripsi tidak bisa melanjutkan pendidikan S2 dan mengajukan beasiswa s2


Rumor-rumornya, kalau mau lanjut S2, skripsi S1 menjadi keharusan. Apalagi kalau mau mengajukan beasiswa

ya mungkin saja ada jurusan atau scholarship foundation yang mensyaratkan skripsi. Tapi dari pengalaman pribadi teman saya, tidak berpengaruh tuh! Teman-teman saya yang menempuh jalur non-skripsi tidak terhambat untuk melanjutkan studi ke pascasarjana (S2). Malah, ada salah satu teman saya yang menempuh non-skripsi bisa sukses mendapatkan beasiswa full untuk program Master di luar negeri

2. Susah dapat kerja


Katanya Kalau tidak skripsi, nanti akan susah dapat kerja, lho? Wah, sepanjang pengalaman saya dan teman saya yang mengambil jalur lulus tanpa skripsi melamar pekerjaan dan berkarir, kita, ga pernah tuh, menemukan lowongan pekerjaan atau HRD yang minta lampiran skripsi.

Jadi menurut saya, pandangan ini keliru dan bisa dibantah.

3. Nggak merasakan menjadi mahasiswa seutuhnya


Ada juga yang bilang, kuliah tanpa skripsi itu bagaikan sayur tanpa garam atau lebih ekstrimya seperti makan gorengan tanpa cabe rawit. Kurang greget, gitu! Tapi banyak juga yang tidak beranggapan begitu. Intinya, pendapat itu sanga subyektif dan tidak perlu diperdebatkan. Dengan pergi ke kampus, belajar, mengikuti kegiatan kemahasiswaan ditambah nongkrong Bersama teman, saya rasa hal tersebut sudah cukup menjad mahasiswa seutuhnya, tuh. Asalkan selama kuliah bisa menempuh 144 SKS, mau jalur skripsi ataupun jalur non skripsi sama aja.


4. Lulus tanpa karya


Memang betul, skripsi merupakan sebuah karya yang patut sangat dibanggakan. Karena mengerjakan itu perlu perjuangan. Apalagi jika skripsi kita bisa bermanfaat untuk orang banyak atau berhasil mendapatkan suatu penghargaan. Makanya, skripsi itu harus dikerjakan dengan niat, jangan asal-asalan. Soalnya, semakin baik skripsi kita, semakin baik juga yang kita tinggalkan di kampus. yang pasti, jangan plagiat! Atau skripsi dibuatkan oleh orang lain.

Namun, bukan berarti tidak punya skripsi, tidak punya karya

Mahasiswa yang mengambil jalur tanpa skripsi memiliki tantangan baru Mungkin dengan melakukan sebuah project improvement? Menggelar sebuah acara kampus? Membuat paper, lebih bagus lagi dapat masuk jurnal ilmiah? Bukankah itu merupakan sebuah karya?

5. Kesulitan membuat tesis


Sebenarnya, skripsi dan tesis beda, lho! Dapat dikatakan, tesis lebih rumit dibandingkan dengan skripsi.

Namun keduanya merupakan sama-sama karya tulis akademis yang membutuhkan riset, sehingga saya dalam hal ini setuju bahwa pengalaman menyusun skripsi adalah salah satu bekal untuk bisa menggarap tesis.

Berdasarkan pengalaman dari teman saya yang menyelesaikan sarjana tanpa skripsi lalu melanjutkan ke jenjang magister, dia kewalahan membuat tesis karena tidak punya pengalaman membuat skripsi. Hal tersebut memerlukan waktu dan usaha lebih untuk mengejar pengetahuan dibandign mereka yang pernah skripsi.

Tetapi ada juga orang yang belum pernah menyusun skripsi, tapi bisa menyelesaikan tesis dengan cemerlang. Yang penting terus berusaha


Terlepas dari beberapa kekurangan, teman saya akhirnya tetap memilih jalur tanpa skripsi karena terdapat beberapa alas an mengapa dia memilih jalur tanpa skripsi yaitu:

 

1. Tidak ada hal menarik yang ingin diangkat.


Sebetulnya ini alasan sangat personal: Dia tidak menemukan topik menarik yang ingin dikaji. Menurutnya, mengerjakan skripsi butuh passion. Daripada memaksakan ambil jalur skripsi dengan setengah hati, lebih baik tidak usah sama sekali

Lagi-lagi, dia bisa mengatasnamakan passion karena memang di jurusan salahsatu kampusnya ada pilihan jalur tanpa skripsi, seperti halnya di kampus IMWI (Institut Manajemen Wiyata Indonesia). Tapi kalau jurusan kamu mewajibkan skripsi, saran saya, mau tidak mau harus ambil itu.

2. Pengganti skripsi lebih seru


Sebaliknya, jika melihat alternatif pengganti skripsi yang tersedia jauh lebih menarik, yaitu melakukan project improvement yang akan membuka peluang besar kedepannya. Makin mantap, lah, dia di jalur lulus tanpa skripsi

Tapi tunggu, Ketika ambil jalur tanpa skripsi, bukan berarti bisa nyantai, lho. Asal tau aja, tugas-tugas dari kelas-kelas pengganti skripsi Banyak dan susah banget! Seimbang lah, tetap kita lulus dengan beban dan kualitas sama

3. Tetap kuliah dan berjuang lulus bareng teman-teman


Ini perkataan jujur dari teman saya yang mengambil jalur lulus tanpa skripsi. Dia merasa sumpek membayangkan satu semester penuh hanya berkutat dengan urusan karya tulis.

Sementara dengan jalur tanpa skripsi, dia bisa masuk kelas secara reguler atau bahkan nyobain magang dan melakukan project improvement di perusahaan, kan lebih bermanfaan ujarnya.

4. Risiko tertunda lulus lebih kecil


Menurut saya sebenarnya ini tergantung kepada pribadi masing-masing. Tapi bagi saya, skripsi yang waktu pengerjaannya diatur diri sendiri itu lebih banyak godaannya loh. Bisa saja berminggu-minggu ditunda karena ga ada mood sama sekali untuk mengerjakannya, lalu malah terpaksa begadang seminggu karena kejar tayang ditagih pembimbing. Belum lagi kalau harus ngejar-ngejar dosen pembimbing yang sibuk.

Sebaliknya, alternatif skripsi relatif lebih teratur penjadwalannya. Mungkin inilah kenapa banyak mahasiswa non-skripsi bisa lulus hanya dalam waktu 3,5 tahun.


So! Jika dihadapkan dengan pilihan skripsi atau tanpa skripsi, setiap orang pasti punya preferensi masing-masing, walaupun dengan segala plus minusnya. Misalnya teman saya yang mengambil jalur tanpa skripsi dengan mantap dan tidak menyesal memilih jalur ini

Yang paling terpenting adalah jangan meremehkan mahasiswa yang ambil jalur skripsi ataupun tanpa skripsi. Perjuangannya sama saja yang berbeda adalah passion.

Kalau kamu masih bingung pilih skripsi atau non-skripsi, silahkan  info sebanyak-banyaknya tentang keduanya. kemudian tukar pikiran dengan dosen pembimbing, ortu, senior, pacar, atau semuanya

Apapun pilihanmu, jalanilah dengan komitmen penuh.